Senin, 23 April 2012

Teleransi beragama


Toleransi Beragama
oleh :
Arif Riduan

BAB I
PENDAHULUAN


Disini baik Muslim non Muslim, islam mengajarkan hidup untuk berdampingan dengan. Saling memberi manfaat tidak saling merugikan, dalam bimbingan konseling islam manusia diakui dengan memperhatikan hak individu ,hak individu dalam batas tanggung jawab social.
Prinsip ekosistem ) begitu pula hak manusia kepada Tuhan. Pada dasarnya kehidupan sosial islam memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain/semua pihak, nah sasarannya mengacu pada pusat perhatian pandangan konselor dan seperti halnya bimbingan konseling ini lainnya bertujuan terlepas dari problem, yang semula sudah membaik berubah kearah yang lebih baik dan selanjutnya mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
Dalam beragama atau Pengakuan adanya kekuatan Yang Maha Tinggi, yaitu Tuhan, Allah, God, Yahweh, Elohim, yang disertai ketundukan itu, merupakan fitrah (naluri) yang dimiliki oleh setiap manusia. Kendati demikian, manusia tetap memerlukan adanya pemberi peringatan agar tidak menyeleweng dari fitrahnya, mereka adalah para nabi dan rasul..
Berbagai agama telah lahir di dunia ini dan membentuk suatu syariat (aturan) yang mengatur kehidupan manusia, yang termaktub di dalam kitab-kitab suci, baik agama samawi (yang bersumber dari wahyu Ilahi) maupun yang terdapat dalam agama ardli (budaya) yang bersumber dari pemikiran manusia. Semua agama-agama, baik samawi maupun ardli, memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Berbagai fungsi tersebut adalah: menunjukkan manusia kepada kebenaran sejati; menunjukkan manusia kepada kebahagiaan hakiki; dan mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bersama.
Dari hakikat dan fungsi agama seperti yang disebutkan itu, maka pemeluk agama-agama yang ada di dunia ini, telah memiliki strategi, metoda dan teknik pelaksanaannya masing-masing, yang sudah barang tentu dan sangat boleh jadi terdapat berbagai perbedaan antara satu dengan lainnya. Karenanya, umat manusia dalam menjalankan agamanya, sang Pencipta agama telah berpesan dengan sangat, “Kiranya umat manusia tidak terjebak dalam perpecahan tatkala menjalankan agama masing-masing, apalagi perpecahan itu justru bermotivasikan keagamaan”.


BAB II
PEMBAHASAN


       A. Penegertian Toleransi
Toleransi berasal dari kata “ Tolerare ” yang berasal dari bahasa latin yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilakumanusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas , misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum liberal maupun konservatif. Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.
·         Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua
·         Umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.
B. Toleransi sebagai Nilai dan Norma
Toleransi dalam pengertian yang telah disampaikan, yang merupakan keyakinan pokok (akidah) dalam beragama, dapat kita jadikan sebagai nilai dan norma. Kita katakan sebagai nilai karena toleransi merupakan gambaran mengenai apa yang kita inginkan, yang pantas, yang berharga, yang dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu.
Dan nilai (toleransi) akan sangat mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat. Demikian juga toleransi, dapat kita jadikan suatu norma, yaitu suatu patokan perilaku dalam suatu kelompok tertentu. Norma memungkinkan seseorang menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.
Karena toleransi sudah kita jadikan nilai dan norma, dan juga menyangkut sifat dan sikap untuk menghargai pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan, dan lain-lain yang berbeda bahkan bertentangan dengan pendirian sendiri, maka sifat dan sikap sebagai nilai dan norma itu mesti disosialisasikan. Maknanya, ialah proses memelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial.
Sifat dan sikap toleran ini perlu disosialisasikan, agar setiap individu mampu mengamalkan dalam kehidupan nyata di masyarakat luas. Dalam lingkungan keluarga, kehidupan yang toleran harus disosialisasikan sejak dini terhadap anggota keluarga (anak-anak). Dan inilah yang menjadi sosialisasi dasar dalam kehidupan umat manusia, yang dari padanya dikembangkan sosialisasi lebih lanjut sebagai follow-up.
Hidup beragama yang toleran sekaligus menjadi sikap dasar dalam kehidupan sosial masyarakat, yang selalu disosialisasikan dalam tingkat rumah tangga, merupakan sosialisasi primer, dan sosialisasi sekunder terjadi sesudah sosialisasi primer itu terjadi. Dan sesungguhnya sosialisasi primer itu merupakan dasar bagi sosialisasi sekunder. Jika yang berperan dalam sosialisasi primer adalah seluruh keluarga dalam rumah tangga, maka yang berperan dalam sosialisasi sekunder adalah luar rumah tangga, yang dalam kehidupan sekarang ini adalah arena pembelajaran .
Ternyata sosialisasi terhadap sikap hidup toleran dalam berbagai bidang kehidupan (agama dan lain-lain), baik primer maupun sekunder, berlangsung seumur hidup karena kehidupan kita umat manusia dari hari ke hari adalah kehidupan yang ditandai oleh penambahan pengetahuan, dan untuk itu kita harus terus belajar, dan berusaha mencari sesuatu yang baru dalam kehidupan berpengetahuan. Itulah maknanya bahwa sosialisasi terhadap kehidupan toleran itu merupakan proses yang tak henti-hentinya, dan terus mencari dan mendapatkan yang lebih baik. Terus berlangsung seumur hidup umat manusia.
C. Toleran dan Prinsip Hidup
Berinteraksi dengan jiwa toleran dalam setiap bentuk aktivitas, tidak harus membuang prinsip hidup (beragama) yang kita yakini. Kehidupan yang toleran justru akan menguatkan prinsip hidup (keagamaan) yang kita yakini. Segalanya menjadi jelas dan tegas tatkala kita meletakkan sikap mengerti dan memahami terhadap apapun yang nyata berbeda dengan prinsip yang kita yakini. Kita bebas dengan keyakinan kita, sedangkan pihak yang berbeda (yang memusuhi sekalipun) kita bebaskan terhadap sikap dan keyakinannya.
Dialog disertai deklarasi tegas dan sikap toleran telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam Q.S. 109: “Wahai orang yang berbeda prinsip (yang menentang). Aku tidak akan mengabdi kepada apa yang menjadi pengabdianmu. Dan kamu juga tidak harus mengabdi kepada apa yang menjadi pengabdianku. Dan sekali-kali aku tidak akan menjadi pengabdi pengabdianmu. Juga kamu tidak mungkin mengabdi di pengabdianku. Agamamu untukmu. Dan agamaku untukku.”
Sikap tegas penuh toleran, tanpa meninggalkan prinsip seperti itu dilaksanakan pada saat masyarakat lingkungannya tampil dengan budaya represif, yang sistem sosialnya dalam proses tidak menghendaki perubahan, bertahan dengan struktur yang ada (morfostatis). Sedangkan Nabi Muhammad saw sedang memulai pembentukan kelompok (formation group) menuju perubahan. Ternyata sikap toleran sangat menentukan proses terjadinya bentuk serta perubahan atau perkembangan suatu sistem maupun struktural atau penyederhanaannya (morfogenesis).
Sikap toleran juga melahirkan kemampuan mengubah perilaku individu (self correction) terhadap pola yang selama itu dilakukan, yang tak berdaya mengubah masyarakat tradisional, tertutup dan represif, sehingga tujuan yang dicita-citakan dapat dicapai. Toleran, tidak menciptakan individu yang wangkeng, yang tidak mau mengubah perilakunya, walau tujuannya tidak tercapai. Secara apologi bersikap dan mengatakan bahwa: Tujuan itu tidak tercapai karena belum waktunya, atau nasibnya memang demikian dan tidak mau mengubah diri.
Sikap toleran, mampu menemukan jalan keluar dan problem solving yang pantas dan mengangkat martabat dan harga diri dalam berbagai bidang kehidupan.
       D. Manusia sebagai Mahluk Social
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa alasan, yaitu:
·         Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
·         Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
·         Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
·         Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

         E.  Hubungan antara individu atau umat beragama dalam masyarakat
Persamaan Membangun Toleransi Umat Beragama serta Kebebasan Beragama. Toleransi dan kerukunan antar umat beragama bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan satu sama lain. Kerukunan berdampak pada toleransi; atau sebaliknya toleransi menghasilkan kerukunan; keduanya menyangkut hubungan antar sesama manusia. Jika tri kerukunan [antar umat beragama, intern umat seagama, dan umat beragama dengan pemerintah] terbangun serta diaplikasikan pada hidup dan kehidupan sehari-hari, maka akan muncul toleransi antar umat beragama. Atau, jika toleransi antar umat beragama dapat terjalin dengan baik dan benar, maka akan menghasilkan masyarakat yang rukun satu sama lain.
Toleransi antar umat beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang menunjukkan umat saling menghargai, menghormati, menolong, mengasihi, dan lain-lain. Termasuk di dalamnya menghormati agama dan iman orang lain; menghormati ibadah yang dijalankan oleh orang lain; tidak merusak tempat ibadah; tidak menghina ajaran agama orang lain; serta memberi kesempatan kepada pemeluk agama menjalankan ibadahnya. Di samping itu, maka agama-agama akan mampu untuk melayani dan menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga terciptanya suasana rukun dalam hidup dan kehidupan masyarakat serta bangsa.
Agama adalah elemen fundamental hidup dan kehidupan manusia, oleh sebab itu, kebebasan untuk beragama dan tidak beragama, serta berpindah agama] harus dihargai dan dijamin. Ungkapan kebebasan beragama memberikan arti luas yang meliputi membangun rumah ibadah dan berkumpul, menyembah; membentuk institusi sosial; publikasi; dan kontak dengan individu dan institusi dalam masalah agama pada tingkat nasional atau internasional.
Kebebasan beragama, menjadikan seseorang mampu meniadakan diskriminasi berdasarkan agama; pelanggaran terhadap hak untuk beragama; paksaan yang akan mengganggu kebebasan seseorang untuk mempunyai agama atau kepercayaan. Termasuk dalam pergaulan sosial setiap hari, yang menunjukkan saling pengertian, toleransi, persahabatan dengan semua orang, perdamaian dan persaudaraan universal, menghargai kebebasan, kepercayaan dan kepercayaan dari yang lain dan kesadaran penuh bahwa agama diberikan untuk melayani para pengikut-pengikutnya.
Persamaan Peran Dalam Masyarakat [lihat Faedah Agama dan peran umat beragama dalam agama dan masyarakat.


BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Toleransi berasal dari kata “ Tolerare ” yang berasal dari bahasa latin yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau perilakumanusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan.
Dan nilai (toleransi) akan sangat mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat. Demikian juga toleransi, dapat kita jadikan suatu norma, yaitu suatu patokan perilaku dalam suatu kelompok tertentu. Norma memungkinkan seseorang menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.
Berinteraksi dengan jiwa toleran dalam setiap bentuk aktivitas, tidak harus membuang prinsip hidup (beragama) yang kita yakini. Kehidupan yang toleran justru akan menguatkan prinsip hidup (keagamaan) yang kita yakini. Segalanya menjadi jelas dan tegas tatkala kita meletakkan sikap mengerti dan memahami terhadap apapun yang nyata berbeda dengan prinsip yang kita yakini. Kita bebas dengan keyakinan kita, sedangkan pihak yang berbeda (yang memusuhi sekalipun) kita bebaskan terhadap sikap dan keyakinannya.
Sikap toleran juga melahirkan kemampuan mengubah perilaku individu (self correction) terhadap pola yang selama itu dilakukan, yang tak berdaya mengubah masyarakat tradisional, tertutup dan represif, sehingga tujuan yang dicita-citakan dapat dicapai. Toleran, tidak menciptakan individu yang wangkeng, yang tidak mau mengubah perilakunya, walau tujuannya tidak tercapai. Secara apologi bersikap dan mengatakan bahwa: Tujuan itu tidak tercapai karena belum waktunya, atau nasibnya memang demikian dan tidak mau mengubah diri
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Toleransi antar umat beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang menunjukkan umat saling menghargai, menghormati, menolong, mengasihi, dan lain-lain. Termasuk di dalamnya menghormati agama dan iman orang lain; menghormati ibadah yang dijalankan oleh orang lain; tidak merusak tempat ibadah; tidak menghina ajaran agama orang lain; serta memberi kesempatan kepada pemeluk agama menjalankan ibadahnya. Di samping itu, maka agama-agama akan mampu untuk melayani dan menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga terciptanya suasana rukun dalam hidup dan kehidupan masyarakat serta bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar