Toleransi Beragama
oleh :
Arif Riduan
BAB I
PENDAHULUAN
Disini baik
Muslim non Muslim, islam mengajarkan hidup untuk berdampingan dengan. Saling memberi
manfaat tidak saling merugikan, dalam bimbingan konseling islam manusia diakui
dengan memperhatikan hak individu ,hak individu dalam batas tanggung jawab
social.
Prinsip
ekosistem ) begitu pula hak manusia kepada Tuhan. Pada dasarnya kehidupan
sosial islam memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain/semua pihak,
nah sasarannya mengacu pada pusat perhatian pandangan konselor dan seperti halnya
bimbingan konseling ini lainnya bertujuan terlepas dari problem, yang semula
sudah membaik berubah kearah yang lebih baik dan selanjutnya mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat
Dalam beragama
atau Pengakuan adanya kekuatan Yang Maha Tinggi, yaitu Tuhan, Allah, God,
Yahweh, Elohim, yang disertai ketundukan itu, merupakan fitrah (naluri) yang
dimiliki oleh setiap manusia. Kendati demikian, manusia tetap memerlukan adanya
pemberi peringatan agar tidak menyeleweng dari fitrahnya, mereka adalah para
nabi dan rasul..
Berbagai agama
telah lahir di dunia ini dan membentuk suatu syariat (aturan) yang mengatur
kehidupan manusia, yang termaktub di dalam kitab-kitab suci, baik agama samawi
(yang bersumber dari wahyu Ilahi) maupun yang terdapat dalam agama ardli
(budaya) yang bersumber dari pemikiran manusia. Semua agama-agama, baik samawi
maupun ardli, memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Berbagai fungsi tersebut
adalah: menunjukkan manusia kepada kebenaran sejati; menunjukkan manusia kepada
kebahagiaan hakiki; dan mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bersama.
Dari hakikat
dan fungsi agama seperti yang disebutkan itu, maka pemeluk agama-agama yang ada
di dunia ini, telah memiliki strategi, metoda dan teknik pelaksanaannya
masing-masing, yang sudah barang tentu dan sangat boleh jadi terdapat berbagai
perbedaan antara satu dengan lainnya. Karenanya, umat manusia dalam menjalankan
agamanya, sang Pencipta agama telah berpesan dengan sangat, “Kiranya umat
manusia tidak terjebak dalam perpecahan tatkala menjalankan agama
masing-masing, apalagi perpecahan itu justru bermotivasikan keagamaan”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penegertian Toleransi
Toleransi
berasal dari kata “ Tolerare ” yang berasal dari bahasa latin yang berarti
dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah
suatu sikap atau perilakumanusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana
seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan.
Toleransi juga dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama
yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap
kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam
suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana penganut mayoritas
dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah
toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas
, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini
masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik
dari kaum liberal maupun konservatif. Jadi toleransi antar umat beragama
berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan,
untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.
·
Dalam
masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan
menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama
menghargai manusia maka dari itu semua
·
Umat
beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang
berlainan akan terbina kerukunan hidup.
B. Toleransi sebagai Nilai dan Norma
Toleransi dalam
pengertian yang telah disampaikan, yang merupakan keyakinan pokok (akidah)
dalam beragama, dapat kita jadikan sebagai nilai dan norma. Kita katakan
sebagai nilai karena toleransi merupakan gambaran mengenai apa yang kita
inginkan, yang pantas, yang berharga, yang dapat mempengaruhi perilaku sosial
dari orang yang memiliki nilai itu.
Dan nilai
(toleransi) akan sangat mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat. Demikian juga
toleransi, dapat kita jadikan suatu norma, yaitu suatu patokan perilaku dalam
suatu kelompok tertentu. Norma memungkinkan seseorang menentukan terlebih
dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai orang lain untuk mendukung atau
menolak perilaku seseorang.
Karena
toleransi sudah kita jadikan nilai dan norma, dan juga menyangkut sifat dan
sikap untuk menghargai pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan
dan kelakuan, dan lain-lain yang berbeda bahkan bertentangan dengan pendirian
sendiri, maka sifat dan sikap sebagai nilai dan norma itu mesti
disosialisasikan. Maknanya, ialah proses memelajari norma, nilai, peran, dan
semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisipasi yang
efektif dalam kehidupan sosial.
Sifat dan sikap
toleran ini perlu disosialisasikan, agar setiap individu mampu mengamalkan dalam
kehidupan nyata di masyarakat luas. Dalam lingkungan keluarga, kehidupan yang
toleran harus disosialisasikan sejak dini terhadap anggota keluarga
(anak-anak). Dan inilah yang menjadi sosialisasi dasar dalam kehidupan umat
manusia, yang dari padanya dikembangkan sosialisasi lebih lanjut sebagai
follow-up.
Hidup beragama
yang toleran sekaligus menjadi sikap dasar dalam kehidupan sosial masyarakat,
yang selalu disosialisasikan dalam tingkat rumah tangga, merupakan sosialisasi
primer, dan sosialisasi sekunder terjadi sesudah sosialisasi primer itu
terjadi. Dan sesungguhnya sosialisasi primer itu merupakan dasar bagi
sosialisasi sekunder. Jika yang berperan dalam sosialisasi primer adalah
seluruh keluarga dalam rumah tangga, maka yang berperan dalam sosialisasi
sekunder adalah luar rumah tangga, yang dalam kehidupan sekarang ini adalah
arena pembelajaran .
Ternyata
sosialisasi terhadap sikap hidup toleran dalam berbagai bidang kehidupan (agama
dan lain-lain), baik primer maupun sekunder, berlangsung seumur hidup karena
kehidupan kita umat manusia dari hari ke hari adalah kehidupan yang ditandai
oleh penambahan pengetahuan, dan untuk itu kita harus terus belajar, dan
berusaha mencari sesuatu yang baru dalam kehidupan berpengetahuan. Itulah
maknanya bahwa sosialisasi terhadap kehidupan toleran itu merupakan proses yang
tak henti-hentinya, dan terus mencari dan mendapatkan yang lebih baik. Terus
berlangsung seumur hidup umat manusia.
C. Toleran dan Prinsip Hidup
Berinteraksi
dengan jiwa toleran dalam setiap bentuk aktivitas, tidak harus membuang prinsip
hidup (beragama) yang kita yakini. Kehidupan yang toleran justru akan
menguatkan prinsip hidup (keagamaan) yang kita yakini. Segalanya menjadi jelas
dan tegas tatkala kita meletakkan sikap mengerti dan memahami terhadap apapun
yang nyata berbeda dengan prinsip yang kita yakini. Kita bebas dengan keyakinan
kita, sedangkan pihak yang berbeda (yang memusuhi sekalipun) kita bebaskan
terhadap sikap dan keyakinannya.
Dialog disertai
deklarasi tegas dan sikap toleran telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam Q.S.
109: “Wahai orang yang berbeda prinsip (yang menentang). Aku tidak akan
mengabdi kepada apa yang menjadi pengabdianmu. Dan kamu juga tidak harus
mengabdi kepada apa yang menjadi pengabdianku. Dan sekali-kali aku tidak akan
menjadi pengabdi pengabdianmu. Juga kamu tidak mungkin mengabdi di
pengabdianku. Agamamu untukmu. Dan agamaku untukku.”
Sikap tegas
penuh toleran, tanpa meninggalkan prinsip seperti itu dilaksanakan pada saat
masyarakat lingkungannya tampil dengan budaya represif, yang sistem sosialnya
dalam proses tidak menghendaki perubahan, bertahan dengan struktur yang ada
(morfostatis). Sedangkan Nabi Muhammad saw sedang memulai pembentukan kelompok
(formation group) menuju perubahan. Ternyata sikap toleran sangat menentukan
proses terjadinya bentuk serta perubahan atau perkembangan suatu sistem maupun
struktural atau penyederhanaannya (morfogenesis).
Sikap toleran
juga melahirkan kemampuan mengubah perilaku individu (self correction) terhadap
pola yang selama itu dilakukan, yang tak berdaya mengubah masyarakat
tradisional, tertutup dan represif, sehingga tujuan yang dicita-citakan dapat
dicapai. Toleran, tidak menciptakan individu yang wangkeng, yang tidak mau
mengubah perilakunya, walau tujuannya tidak tercapai. Secara apologi bersikap
dan mengatakan bahwa: Tujuan itu tidak tercapai karena belum waktunya, atau
nasibnya memang demikian dan tidak mau mengubah diri.
Sikap toleran, mampu menemukan jalan keluar dan problem solving
yang pantas dan mengangkat martabat dan harga diri dalam berbagai bidang
kehidupan.
D. Manusia sebagai Mahluk Social
Menurut
kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu
juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat
dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia
selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina
sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu
dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan
dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga
tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah
manusia.
Tanpa
bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak.
Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi
atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat
disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa
alasan, yaitu:
·
Manusia
tunduk pada aturan, norma sosial.
·
Perilaku
manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
·
Manusia
memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
·
Potensi
manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
E. Hubungan antara individu atau
umat beragama dalam masyarakat
Persamaan
Membangun Toleransi Umat Beragama serta Kebebasan Beragama. Toleransi dan
kerukunan antar umat beragama bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa
dipisahkan satu sama lain. Kerukunan berdampak pada toleransi; atau sebaliknya
toleransi menghasilkan kerukunan; keduanya menyangkut hubungan antar sesama
manusia. Jika tri kerukunan [antar umat beragama, intern umat
seagama, dan umat beragama dengan pemerintah] terbangun serta diaplikasikan
pada hidup dan kehidupan sehari-hari, maka akan muncul toleransi antar
umat beragama. Atau, jika toleransi antar umat beragama dapat terjalin
dengan baik dan benar, maka akan menghasilkan masyarakat yang rukun satu sama
lain.
Toleransi
antar umat beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang
menunjukkan umat saling menghargai, menghormati, menolong, mengasihi, dan
lain-lain. Termasuk di dalamnya menghormati agama dan iman orang lain;
menghormati ibadah yang dijalankan oleh orang lain; tidak merusak tempat
ibadah; tidak menghina ajaran agama orang lain; serta memberi kesempatan kepada
pemeluk agama menjalankan ibadahnya. Di samping itu, maka agama-agama akan
mampu untuk melayani dan menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga
terciptanya suasana rukun dalam hidup dan kehidupan masyarakat serta bangsa.
Agama
adalah elemen fundamental hidup dan kehidupan manusia, oleh sebab itu,
kebebasan untuk beragama dan tidak beragama, serta berpindah agama] harus
dihargai dan dijamin. Ungkapan kebebasan beragama memberikan
arti luas yang meliputi membangun rumah ibadah dan berkumpul, menyembah;
membentuk institusi sosial; publikasi; dan kontak dengan individu dan institusi
dalam masalah agama pada tingkat nasional atau internasional.
Kebebasan
beragama, menjadikan seseorang mampu meniadakan diskriminasi berdasarkan agama;
pelanggaran terhadap hak untuk beragama; paksaan yang akan mengganggu kebebasan
seseorang untuk mempunyai agama atau kepercayaan. Termasuk dalam pergaulan
sosial setiap hari, yang menunjukkan saling pengertian, toleransi, persahabatan
dengan semua orang, perdamaian dan persaudaraan universal, menghargai
kebebasan, kepercayaan dan kepercayaan dari yang lain dan kesadaran penuh bahwa
agama diberikan untuk melayani para pengikut-pengikutnya.
Persamaan
Peran Dalam Masyarakat [lihat Faedah Agama dan peran umat beragama dalam agama
dan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Toleransi
berasal dari kata “ Tolerare ” yang berasal dari bahasa latin yang berarti
dengan sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah
suatu sikap atau perilakumanusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana
seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan.
Dan nilai
(toleransi) akan sangat mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat. Demikian juga
toleransi, dapat kita jadikan suatu norma, yaitu suatu patokan perilaku dalam
suatu kelompok tertentu. Norma memungkinkan seseorang menentukan terlebih
dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai orang lain untuk mendukung atau
menolak perilaku seseorang.
Berinteraksi
dengan jiwa toleran dalam setiap bentuk aktivitas, tidak harus membuang prinsip
hidup (beragama) yang kita yakini. Kehidupan yang toleran justru akan
menguatkan prinsip hidup (keagamaan) yang kita yakini. Segalanya menjadi jelas
dan tegas tatkala kita meletakkan sikap mengerti dan memahami terhadap apapun
yang nyata berbeda dengan prinsip yang kita yakini. Kita bebas dengan keyakinan
kita, sedangkan pihak yang berbeda (yang memusuhi sekalipun) kita bebaskan
terhadap sikap dan keyakinannya.
Sikap toleran
juga melahirkan kemampuan mengubah perilaku individu (self correction) terhadap
pola yang selama itu dilakukan, yang tak berdaya mengubah masyarakat
tradisional, tertutup dan represif, sehingga tujuan yang dicita-citakan dapat
dicapai. Toleran, tidak menciptakan individu yang wangkeng, yang tidak mau
mengubah perilakunya, walau tujuannya tidak tercapai. Secara apologi bersikap
dan mengatakan bahwa: Tujuan itu tidak tercapai karena belum waktunya, atau
nasibnya memang demikian dan tidak mau mengubah diri
Tanpa
bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak.
Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi
atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Toleransi
antar umat beragama harus tercermin pada tindakan-tindakan atau perbuatan yang
menunjukkan umat saling menghargai, menghormati, menolong, mengasihi, dan
lain-lain. Termasuk di dalamnya menghormati agama dan iman orang lain;
menghormati ibadah yang dijalankan oleh orang lain; tidak merusak tempat
ibadah; tidak menghina ajaran agama orang lain; serta memberi kesempatan kepada
pemeluk agama menjalankan ibadahnya. Di samping itu, maka agama-agama akan
mampu untuk melayani dan menjalankan misi keagamaan dengan baik sehingga
terciptanya suasana rukun dalam hidup dan kehidupan masyarakat serta bangsa.